MAKALAH obat deuretik
Disusun oleh :
Anita Della A.P Elisabeth
Prasetya Novita
Naimatul Husniah Ina
Dwita
Eka Herin Priyanti Ina
Cahyani
Dita Saraswati Irmatus
S
Choiro Nur’Aini Nurlayli
Kampus
a stikes DIAN HUSADA MOJOKERTO
2012 –
2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ obat
deuretik” ini dengan tepat waktu.
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, dan juga kepada sumber-sumber yang digunakan untuk
menunjang penyelesaian makalah ini. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada
seluruh anggota kelompok yang telah bekerja sama dalam penyelesaian makalah
ini.
Demikianlah
makalah yang telah kami selesaikan. Tiada gading yang tak retak, begitu pula
makalah ini yang tak luput dari kekurangan. Kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk menunjang keberhasilan dari makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Mojokerto,
09 september 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 DIURETIK
Diuretik
adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut
dalam air.
Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi
normal.
Proses
diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)
yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang
bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam
dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak
air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus
seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini
terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat
penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+.
Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi
tubuli.sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein
(ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua
tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama
berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih
dan ditimbun sebagai urin.
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urine yang di produksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali
menjadi normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat
penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu :
1) Diuretik
osmotik
2) Penghambat
mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal
Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di
tubuli ginjal adalah :
· Penghambat
karbonik anhidrase
· Benzotiadiazid
· Diuretik
hemat kalium
· Diuretik
kuat
BAB II
OBAT-OBAT
DIURETIK
2.1 PENGOBATAN DENGAN DEURETIK
2.1.1 INDIKASI
Deuretik digunakan untuk menurunkan volume dan cairan
interstisialdengan cara yang meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air.
Bila deuretik diberikan secar akut, akan terjadi kehilangan natrium lebih
banyak daripada jumah natrium yang masik dan makanan. Tetapi pada penggunaaan
kronis akan dicapai keseimbangan, sehingga natrium yang keluar sama dengan diet
rendah garam.
2.1.2 KEADAAN YANG MEMERLUKAN DIURESIS CEPAT
Pada odem paru, pemberian furosemid atau asam etakrinat IV dapat menyebabkan
dieresis cepat. Perbaikan yang terjadi sebagian mungkin disebabkan oleh adanya
perubahan hemodiamik yaitu perubahan pada daya tamping vena (venous
capacintance); tetapi efek duresisnya tetap diperlukan untuk mempertahnkan
hasil tersebut.
Ø odem
Semua diuretic dapat digunakan untuk keadaan udem. Seringkalii udem ini
disertai hiperaldonsteronisme dan karena itu penggunaan deeuretika cenderung
disertai kehilangan kalium. Penyebab utama uden adalah payah jantung ; penyebab
lainnya antara lain penyakit hati dan sindrom nefrotik. Pada semua keadaan ini
harus diusahakan meningkatkan kadar kalium dalam serumdengan pemberian suplemen
kalium atau dengan penggunaan bersama deuretik hemat kalium. Pada penderita
sirosis hati yang disertai asites dan udem, sebaiknya digunakan dahulu diuretic
hemat kalium, kemudian disusul dengan diuretic yang lebih kuat. Pada udem yang
disertai gagal ginjal penggunaan tiazid kurang bermanfaat, sebaliknya diuretic
kuat sangat bermanfaat. Dalam hal ini perlu dosis besar untuk mendapatkan efek
pada tubuli proksimal; furosemid lebih disukai dibandingkan dengan asam
etakrinat karena asam etakrinat lebih besar atotoksisitasnya. Diuretic hemat kalium sama sekali tidak boleh diberikan pada gagal ginjal,karena
ada bahaya terjadi karena hiperkalemia yang fatal.
Ø Hipertensi
Dasar penggunaan diuretic pada
hipertensi terutama karena efeknya terhadap keseimbangan natrium dan terhadap
resistensi perifer.
Furosemid dan asam etakrinat
mempunyai natriuresus lebih kuat disbanding dengan tiazid; tetapi keduanya
tidak mempunyai efek fasedilatasi arteriol langsung seperti tiazid. Oleh karena
itu tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan
efektivitas maupun besarnya biaya.
Ø Diabetes
Insipidus
Diuretic tiazid dapat
mengurangi ekskresi air pada penderita diabetes insipidus mungkin sekali
melalui mekanisme konpensasi intrarenal
Ø Batu Ginjal
Tiazid menurunkan ekskresi kalium dalam urin. Hal ini munkin sebagai akibat
adanya konpensasi intrarenal yang menyebabkan reabsorpsi kasium ditubuli
proksimal bertambah atau akibat adanya pengmambatan lamgsung sekresi kalsium.
Ø Hiperkalsemia
Furosemid dosis tinggi yang
diberikan secara IV (100 mg) dalam infuse larutan angaram faal dapat menhambat
reabsorpsi latihan, air dan kalsium di tubuli proksimal sehingga digunakan
untuk pengobatan hiperkalsemia.
Tabel, CARA KERJA/ KHASIAT OBAT DIURETIK
Penyakit
|
Obat
|
Komentar/keterangan
|
Hipertensi
Payah jantung kronik kongestif
Udem paru akut
Sindrom nefrotik
Payah ginjal akut
Penyakit hati kronik
Udem otak
Hiperkalsemia
Batu ginjal
Diabetes insipidus
Open agle glaucoma
Acute angle closure glaucoma
|
Tiazid
Diuretic kuat (biasanya furosemid)
Diuretic hemat kalium
Tiazid
Diuretic kuat (furosemid)
Diuretic hemat kalium
Diuretic kuat (furosemid)
Tiazid atau diretik kuat bersama dengan spironolakton
Manitol dan/atau furosemid
Spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretic kuat)
Diuretic osmotic
Furosemid
Tiazid
Tiazid
Asetazolamid
Diuretic osmotic atau asetazolamid
|
Merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderia
Digunakan bila terdapat gangguan fungsi ginjal atau apabila diperlukan
efek diuretic yang segera
Digunakan bersama tiazid atau diuretic kuat, bila ada bahaya hipokalemia
Digunakan bila fungsi ginjal normal. Terutama bermanfaat pada penderita deengan
gangguan fungsi ginjal
Digunakan bersama tiazid atau diuretic kuat bila ada bahaya hipokalemia.
Bila dieresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang harus diganti
dengan hati-hati
Diuretic kuat harus digunakan dengan hati-hati. Bila ada gangguan funsi
ginjal, jangan menggunakan spironolakton
Diberikan bersama infuse NaCL hipertonis
Disertai diet rendah garam
Penggunaan jangka panjang
Prabedah
|
2.1.3 EFEK SAMPING
Ø Hipokalemia
Diuretik dengan tempat kerja di segmen dilusi distal, ansa henle bagian
asenden dari tubuli proksimal dapat menyebabkan kehilangan kalium. Rasio
kehilangan kalium dan natrium lebih besar pada penggunaan tiazi dari pad
furosemid, mungkin karena furosemid tidak mempunyai aktivitas penghambat
karbonak anhidrase. Tetapi furosemid mempunyai efek natriuresis lebih kuat,
sehingga biasanya akan diikuti deplesi kalium. Penggunaan tiazid dosis kecil pada hipertensi, misalnya dengan klorotiazid
500 mg/hari atau klortaidon 25 mg/hari tidak akn banyak mempengaruhi kadar kalium
atau asam urat plasma. Tetapi dengan dosis lebih besar pada pengobatan udem,
perlu diadakan pemantauan kadar kalium dalam serum
Ø Hiperurisemia.
HampIr semua diurretik menyebabkan peningkatan kadar asamurat dalam serum
melalui pengaruh langsung terhadap sekresi asam urat dan efek ini berbanding
lurus dengan dosis diuretic yang digunakan. Pada penggunaan diuretic dapat
terjadi penyakit pirai, baik pada orang normal maupun mereka yang rentan
terhadap gout. Hiperurisemia dapat
diperbaiki dengan pemberian alopurinol atau
probenesid
Ø Gangguan
toleransi glukosa dan diabetes.
Tiazid dan furosemid dapat menyebabkan
gangguan toleransi glukosa terutama pada penderita diabetes laten, sehingga
manifestasi diabetes. Mekanisme pasti penyebab keadaan ini belum jelaskarena
menyangkut berbagai macam faktor, antara lain berkurangnya sekresi inslin dari
pancreas , meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis. Bila
keadaan ini terjadi maka penggunaan diuretic harus dihentian.
Ø Hiperkalesemia.
Tiazid dapat mengakibatkan peninggian kadar kalsium serum. Diuretic hemat
kalium dapat mengakibatkan hiperkalemia yang dapat merupakan komplikasi yang
fatal. Oleh karena itu obat golonga ini tidak boleh diberikan dengan dosis
berlebihan dan juga tidak boleh diberikan pada penderita gagal ginjal
Ø Sindrom udem
idiopatik
Penggunaan diuretic kuat pada keadaan ini kadang-kadang justru menyebabkan
retensi garam dan air. Dengan menghentikan pemberian diuretic, biasanya dalam
waktu 5-10 hari akan timbul dieresis
Ø Volume depletion
Pemberian dieretik kuat pada penderita gagal jantung berat dapat
mengaibatkan berkurangya volume darah yang beredar secara akut. Dan ha ini
ditandai dengan turunnya tekanan darh, rasa lelah dan lemah. Biasanya dieresis
jstru akan terjadi setela pemberian diuretic dihentiakn.
Ø Hiponatremia
Hiponatremia ringan yang sering kali terjadi tidak menimbulkan masalah. Hiponatremia mudah terjadi pada
penggunaan furosemid dosis besar bersama deuretik lain yang bekerja di tubuli
distal; keadaan ini akan lebih berat bila penderita juga dianjurkan pantang
garam tetapi bebas minum air.
2.1.4 INTERAKSI
Pada penggunaan diuretic bersama obat-obat lain, hars
selal dipikirkan adanya interaksi yang mungkin terjadi.
Tabel , Interaksi Klinis Yang Penting Pada Penggunaaan Diuretik
Obat
|
Diuretik
|
Efek
|
Kortikosteroid
Aminoglikosid
Aminoglikosidsefalospori
Antikolvunsan
Diazoksid
Digitalis
Indometasin
Indometasin dan penghambat prostaglandin yang lain
Litium
Antikoagulan oral
Suplemen kalium
Suksinilkolin
Tetrasiklin
Tubokurarin
Vitamin D dan produk-produk kalsium
|
Tiazid
Diuretic kuat
Diuretic kuat
Diuretic kuat
Furosemid
Tiazid
Furosemid
Tiazid
Diuretic kuat
Triamteren, amilorid
Tiazid
Diuretic kuat
Tiazid
Tiazid (kemungkinan diuretik yang lain)
Diuretic hemat kalum
Diuretic kuat
Kemungkinan semua diuretic
Tiazid
Diuretic kuad
Tiazid
|
Meningkatkan hipokalemia
Menambah ototoksisitas
Menambah nefrotoksisitas
Menurunkan efek natriuretik
Hiperglikemia
Meningkatkan intoksikasi digitalis, bila terjadi hipokalemai
Payah ginjal akut
Menurunkan efek natriuretik dan atau efek antihipertensinya
Meningkatkan kadar litium dalam serum
Menurunkan efek koagulan akibat kosentrasi faktor-faktor pembekuan
Hiperkalemia
Efek blockade saraf-otot meningkat
Meningkatkan azotemia pada penderita gagal ginjal
Blockade di lempeng saraf meningkat
hiperkalsemia
|
2.1.5 MEKANISME
KERJA
Kebanyakan bekerja dengan
mengurangi reabsorbsi natrium , sehingga pengeluarannya dengan kemih dan
demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus dengan tubuli
tetapi di tempat-tempat yang berlainan, yakni :
1.
Tubuli proksimal
Disini lebih
kurang 70% dari ultrafitrat diserap kembali secara aktif dengan antara lain
glukosa, ureum, ion-ion Na+ dan Cl-. Filtrasii tidak
berubah dan tetap isotonic terhadap plasma. Diuretika osmotic (mannitol, sorbitol, gliserol) bekerja di tempat
ini dengan mengurangi reabsorpsi Na+ dan air.
2.
Lengkung Henle (Henle;S Loop)
Di segmen
ini lebih kurang 20% dari Cl- diangkut secara aktif di sel-sel
tubuli dengan disusul secara pasif oleh Na+, tetapi tanpa air,
sehingga filtrasi menjadi hipotonik. Diuretika
lengkungan (furosemida, bumetamida dan etakrinat) bekerja terutama disini
dengan merintangi transport Cl-
3.
Tubuli distal bagian depan
Di ujung
atas henle’s loop yang terletak dalam kortex, Na+ di serap kembali
secara aktif tanpa penarikan air pula, sehingga filtrate menjadi lebih cair dan
lebih hipotonik. Saluretikan
(zat-zat thiazida , klortalidon, mefrusida dan klopamida) bekerja di tempat ini
dengan merintangi reabsorpsi Na+ dan Cl-
4.
Tubuli distal bagian belakang
Di sini Na+
diserap kembali secara aktif pula dan berlangsung penukaran dengan
ion-ion K+, H+ Dan NH4+ . Proses
ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium (spironolakton, triameteren, amilorida)
bekerja di semen ini dengan jalan mengurangi penukaran Na+ dengan K+
, dengan demikian mengakibatkan retensi kalium .
Tabel tempat dan cara kerja diuretik
Obat
|
Tempat
kerja Utama
|
Cara Kerja
|
Diureti
osmotik
Penghambat
enzim karbonik anhidrase
Tiazid
Diuretik
hemat kalium
Diuretik
kuat
|
Tubuli
proksimal
Hulu
tubuli distal
Hilir
tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks
Ansa henle
bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal
|
Penghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
Penghambatan
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
Penghambatan
reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran
filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Penghambatan
terhadap reabsorpsi bikarbonat.
Penghambatan
terhadap reabsorpsi natrium klorida.
Penghambatan
reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
(spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilirid).
Penghambatan
terhadap transport elektrolit Natrium, Kalium, Klorida.
|
Examples
|
Mechanism
|
Location
(numbered in distance along nephron)
|
|
inhibit H+ secretion, resultant promotion of Na+
and K+ excretion
|
|||
medullary thick
ascending limb
|
|||
promote osmotic diuresis
|
|||
inhibition of Na+/K+
exchanger: Spironolactone
inhibits aldosterone action, Amiloride inhibits epithelial
sodium channels[8]
|
|||
2.2
PENGGOLONGAN OBAT DIURETIK
2.2.1
DIURETIK OSMOTIK
Istilah
diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik
apabila memenuhi 4 syarat :
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis
osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu
gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema
serebri atau peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan
diuresis setelah overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik
akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak
direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi. Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
·
Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
·
Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
·
Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat
diberikan dalam jumah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolaritas
plasma filtrat glomerulus dan cairan tubuli. Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
A. Manitol
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini,
karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali
direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus
diberikan secara IV, jadi obat ini tidak praktis untuk pengobatan udem kronik.
Pada penderita payah jantung pemberian manitol berbahaya, kerana volume darah
yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal.
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien
oliguria akut akibat syok hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi transfusi
atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam keadaan ini obat
yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif. Manitol digunakan misalnya untuk :
1. Profilaksis
gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka
traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita
ikterus berat.
2. Menurunkan
tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal.
1. Efek
Nonterapi
Manitol dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif. Manitol di distribusikan ke cairan
ekstra sel, oleh karena itu pemberian larutan manitol hipertonis yang
berlebihan akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler, sehingga secara
tidak diharapkan akan terjadi penambahan jumlah cairan ekstraseluler.
2. Sediaan
Manitol untuk
suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-1000ml.
Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g yang diberikan dalam cairan
infus selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh
diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat
diberikan dosis percobaan yaitu 200mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama
3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih kurang dari 30ml
per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien harus di evaluasi kembali sebelum
pengobatan dilanjutkan.
3.
Kontraindikasi
Manitol dikokntraindikasikan pada penyakit ginjal
dengan anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan
perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol
harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang
progresif, payah jantung atau kongesti paru.
B. Urea
Suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah
larut dalan air. Sediaan intravena mengandung urea sampai 30% dalam dekstrose
5% (iso-osmotik) sebab larutan urea murni dapat menimbulkan hemolisis. Pada
tindakan bedah saraf, urea diberikan intravena dengan dosis 1-1,5g/kgBB.
Sebagai diuretik, urea potensinya lebih lemah dibandingkan dengan manitol,
karena hampir 50% senyawa urea ini akan direabsorbsi oleh tubuli ginjal.
Urea lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan
dapat menimbulkan trombosis atau nyeri bila terjadi eksravasasi.
C. Gliserin
Diberkan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi
dengan tujuan menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam
sesudah pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam.
Gliserin dimetabolisme dalam tubuh dan dapat
menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria.
D. Isosorbid
Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan
gliserin. Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih
besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara
1-3g/kgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.
2.2.2
PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE
Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam
sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi
tidak terdapat dalam plasma.
Karbonik anhidrase merupakan protein dengan berat
molekul kira-kira 30.000 dan mengandung satu atom Zn dalam setiap molekul.
Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh sianida,
azida, dan sulfida. Derivat sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja
enzim ini adalah asetazolamid dan diklorofenamid.
Mekanisme Penghambat
Karbonik Anhidrase
Karbonik anhidrase mengkatalisis perubahan CO2 + H2O, Selanjutnya H2CO3
akan terionisasi menjadi H+ dan HCO3-
Terjadi
Hambatan pembentukan ion H dan HCO3 di
sel tubuli
Padahal ion H dibutuhkan untuk pertukaran dengan Ion Na di lumen tubuli,
akibatnya ion Na yang difiltrasi glomerulus ke lumen bertambah
Menyebabkan hipertonis, menarik cairan disekitar tubuli, jumlah urin yang
iekskresikan bertambah. Berkurangnya HCO3 menyebabkan Asidosis, bisa untuk
terapi epilepsi. Dicairan bola mata banyak dijumpai enzim ini, penghambatan
karbonik anhidrase mengurangi tekanan intraokuler.
A.
ASETOZOLAMID
1.
Farmakodinamik
Efek farmakodinamik yang utama dari asetozolamid
adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi
perubahan sistemik dan perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut
berada.
1) Ginjal.
2) Susunan cairan
plasma.
3) Mata.
4) Susunan Saraf
Pusat.
5) Pernafasan.
2.
Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah
diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam
dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami
proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif.
Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam
sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks
ginjal. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh
ada tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat
tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan
diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
3. Efek
Nonterapi Dan Kontraindikasi
Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis
tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid
mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya ekskresi sitrat, kadar
kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama
kehamilan, kerena pada hewan cobra obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
4. Indikasi
Penggunaan asetazolamid yang utama ialah untuk
menurunkan tekanan intraokuler pada penyakit glaukoma.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi
dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik
yang bersifat asam lemah.
5. Sediaan
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan
250 mg untuk pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari. Natrium
asetazolamid untuk pemberian parenteral hendaknya diberikan satu kali sehari,
kecuali bila dimaksudkan untuk menimbulkan asidosis metabolik maka obat ini
diberikan setiap 8 jam.
Dosis dewasa untuk acute
mountain sickness yaitu 2 kali sehari 250 mg, dimulai 3-4 hari sebelum
mencapai ketinggian 3000 m atau lebih, dan dilanjutkan untuk beberapa waktu sesudah dicapai ketinggian tersebut.
Dosis untuk paralisis periodik yang bersifat familier
(familial periodic paralysis) yaitu 250-750 mg sehari dibagi dalam 2 atau 3
dosis, sedangkan untuk anak-anak 2 atau 3 kali sehari 125 mg.
B.
Diklorofenamid
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg, efek optimal dapat
dicapai dengan dosis awal 200 mg sehari, serta metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis 100-300 mg
sehari, tidak terdapat dipasaran.
2.2.3 TIAZID
Sintesis golongan ini merupakan hasil dari penelitian
zat penghambat enzim karbonik anhidrase.Prototipe golongan benzotiadiazid ialah
klorotiazid, yang merupakan obat tandingan pertama golongan Hg-organik, yang
telah mendominasi diuretik selama lebih dari 30 tahun.
A. Kimia Dan
Hubungan Antara Struktur Dan Aktifitas.
Sebagaian besar senyawa benzotiadiazid merupakan
analog dari 1,2,4-benzo-tiadiazin-1, 1-dioksida. Golongan ini biasa disebut
sebagai benzotiadiazid atau tuazid saja. Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis
efek yang sejajar dan daya kloruretik maksimal yang sebanding.
B.
Farmakodinamik
Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah
meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan
kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit
pada hulu tubuli distal (early distal tubule).
Zat yang aktif sebagai penghambat karbonik anhidrase,
dalam dosis yang mencukupi, memperlihatkan efek sama seperti asetazolamid dalam
ekskresi bikarbonat. Efek penghambatan enzim karbonik anhidrase di luar ginjal
praktis tidak terlihat karena tiazid tidak ditimbun di sel lain.
Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan
darah bukan saja efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap
arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, tazid justru
mengurangi diuresis. Mekanisme antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan
efek ini kita jumpai baik pada diabetes insipidus nefrogen, maupun yang
disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior.
Fungsi
Ginjal
Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus,
terutama bila diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh
pengurangan aliran darah ginjal. Namun berkurangnya filtrasi ini sedikit sekali
pengaruhnya terhadap efek diuretik tiazid, dan hanya mempunyai arti klinis bila
fungsi ginjal memang sudah kurang. Seperti kebanyakan asam organik lain, tiazid
disekresi secara aktif oleh tubuli ginjal bagian proksimal. Sekresi ini dapat
berkurang dengan adanya antagonis kompetitif misalnya probenesid. Dalam keadaan
tertentu, probenesid dapat menghambat efek diuresis tiazid, hal ini menandakan
bahwa untuk menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada didalam cairan tubuli.
Tempat kerja utama tiazid adalah dibagian hulu tubuli
distal (early distal tubules). Seperti diketahui mekanisme reabsopsi Na+ di
tubuli distal masih belum jekas benar, maka demikian pula cara kerja tiazid.
Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih rendah dibandingkan
dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan 90% Na+
dalam cairan filtrat telah direabsopsi lebih dahulu sebelum ia mencapai tempat
kerja tiazid.
Pada manusia tiazid menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Ada 2
mekanisme yang terlibat dalam hal ini :
1) Tiazid
meniggikan reabsopsi asam uart di tubuli proksimal
2) Tiazid mungkin
sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli.
Peninggian kadar asam urat ini kurang begitu berarti
karena insidens serangan gouth akut terutama berhubungan dengan kadar asam urat
dalam plasma sebelum pengobatan dengan tiazid.
Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama
dengan ekskresi klorida. Diuretik yang menyebabkan kloruresis juga akan
meningkatkan ekskresi kedua ion halogen yang lain. Dengan demikian semua obat
yang bersifat kloruresis dapat digunakan untuk menanggulangi keracunan bromida.
Selain itu, penggunaan diuretik yang berkepanjangan dapat meningkatkan ekskresi
yodida dengan akibat dapat terjadinya deplesi yodida yang ringan. Berbeda
dengan natriuretik lain, tiazid menurunkan ekskresi kalsium sanpai 40%, karena
tiazid tidak dapat menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal.
Ekskresi Mg++ meningkat, sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Cairan
Ekstrasel
Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama pada
pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya
berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa
disertai jumlah air yang sebanding, dapat menyebabkan hiponatremia dan
hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam.
Namun demikian secara keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan
gangguan komposisi cairan ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan
diuretik kuat, karena intensitas diuresis yang ditimbulkan nya relatif lebih
rendah.
D.
Farmakokinetik
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali.
Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Klorotiazid didistribusikan
krseluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya
ditimbun dalam jaringan ginjal saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid
diekskresi oleh sel tubuli proksimal kedalam cairan tubuli. Jadi bersihan
ginjal obat ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari
badan. Bendroflumetiazid, politiazid, dan klortalidon mempunyai masa kerja yang
lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat.
Klorotiazid dalam badan tidak mrngalami perubahan
metabolik, sedang politiazid sebagian dimetabolisme dalam badan.
E. Efek
Samping
Intoksikasi dalam klinik jarang terjadi, biasanya
reaksi yang timbul disebabkan oleh reaksi alergi atau karena penyakitnya
sendiri. Telah dibuktikan pada hewan cobra bahwa besarnya dosis toksik beberapa
kali dosis terapi. Reaksi yang telah dilaporkan adalah berupa kelainan kulit,
purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes yang laten. Tiazid
dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan
mekanisme yang tidak diketahui, tetapi tidak jelas apakah ini meninggikan
resiko terjadinya aterosklerosis.
Kadar natrium, kalium, klorida dan bikarbonat plasma
sebaiknya diperiksa secara berkala pada penggunaan tiazid jangka lama walaupun
perubahannya tidak menonjol. Kombinasi tetap tiazid dengan Hcl tidak digunakan
lagi karena menimbulkan iritasi lokal di usus halus. Suplemen KCl sebagai
sediaan terpisah atau penberian tiazid bersama diuretik hemat kalium dapat
mencegah hipokalemia.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh
tiazid, mungkin karena tiazid langsung mengurangi aliran darah ginjal.
F. Indikasi
Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan
udem akibat payah jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasikan
dengan diuretik hemat kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan
digitalis untuk mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya
intoksikasi digitalis. Hasil yang baik juga didapat pada pengobatan tiazid
untuk udem akibat penyakit hati dan ginjal kronis.
Tiazid merupakan salah satu obat penting pada
pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan
obat hipertensi lain.
Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau
hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal
harus dilakukan dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat
memperhebat gangguan tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus
dan hilangnya natrium, klorida dan kalium yang terlalu banyak. Pengobatan lama
udem kronik dengan obat ini, hendaknya diberikan dalam dosis yang cukup untuk
mempertahankan berat badan tanpa udem. Penderita jangan terlalu dibatasi makan
garam.
Penderita yang tidak responsif terhadap suatu jenis
tiazid, kadang-kadang dapat diobati dengan jenis tiazid lain. Hal ini umumnya
disebabkan karena potensi antar jenis tiazid bereda-beda. Ada baiknya sesekali
pengobatan diselingi dengan diutetik lain, misalnya diuretik antagonis
aldosteron.
Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan
diabetes insipidus terutama yang bersifat
nefrogen dan hiperkalsiuria pada
penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
G. Sediaan dan Dosis Golongan Tiazid
Obat
|
Sediaan
|
Dosis (mg/hari)
|
Lama kerja
jam
|
Klorotiazid
Hidroklorotiazid
Hidroflumetiazid
Bendroflumetiazid
Politiazid
Bendztiazid
Siklotiazid
Metiklotiazid
Klortalidon
Kuinetazon
Indapamid
|
Tablet 250 dan 500 mg
Tablet 250 dan 50 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2,5; 5 dan 10 mg
Tablet 1,2 dan 4 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2 mg
Tablet 2,5 dan 5 mg
Tablet 25, 50 dan 100 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2,5 mg
|
500-2000
25-100
25-200
5-20
1-4
50-200
1-2
2,5-10
25-100
50-200
2,5-5
|
6-12
6-12
6-12
6-12
24-48
6-12
18-24
24
24-72
18-24
24-36
|
2.2.4 DIURETIK HEMAT KALIUM
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan
amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
A.
ANTAGONIS ALDOSTERON
Aldosteron adalah mineralokortikoid
endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron adalah memperbesar
reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar ekskresi kalium.
Jadi pada hiperaldosteronisme, akan terjadi penurunan kadar kalium dan
alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3- dan sekresi H+ yang bertambah. Kadar kalium dan alkalosis metabolic karena reabsorpsi HCO3-
dansekresi H+ yang bertambah.
Keadaan dan tindakan yang dapat menyebabkan bertambahnya
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal adalah sekresi glukokortikoid yang
meninggi misalnya membedakan, rasa takut, trauma fisik dan peredaran, asupan
kalim yang tinggi, asupan natrium yang rendah, bendungan pada vena kava
inferior, sirosis hepatis, nefrosis dan payah jantung akan meningkatkan sekresi
aldosteron tanpa peningkatan sekresi glukokortikoid. Keadaan tersebut diatas
sering disertai adanya udem, sehingga pemberian antagonis aldosteron yaitu
spironolakton sebagai deuretik sangat bermanfaat.
Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan
kompetitif terhadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini
hanya efektif bila terdapat aldosteron baik endogen ataupun eksogen dalam tubuh
dan efeknya dapat dihilangkan dengan meniggikan kadar adosteron. Jadi dengan
pemberian antagonis aldosteron, reabsorpsi Na+ di hilir tubuli
distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga
berkurang.
1. Farmakokinetik
Tujuh puluh
persen spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi
enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan dengan protein cukup
tinggi. Metabolit utamanya,kanrenon, memperlihatkan aktivitas antagonis
aldosteron dan turut berperan dalam aktivitas biologi spironolakton. Kanrenon
mengalami interkonfersi menjadi kanrenoat yang tidak aktif.
2. Efek Samping
Efek toksik
yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bila obat
ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek
toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan
tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat.
Efek samping lain yang ringan dan reversible diantaranya
ginekomastia, efek samping mirip androgen dan gejala salura cerna.
3. Indikasi
Antagonis
aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem yang
refraktor. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretic lain dengan maksud
mengurangi efek kalium, disamping memperbesar diuresis.
Hasilnya pada pengobatan payah jantung, sirosis hepatis
dan sindrom nefrotik sukar diperkirakan karena interaksi yang terlalu kompleks
dari penyakit primernya, hiperaldosteronisme sekunder dan efek deuretik lain
yang diberikan bersamaan.
4. Sediaan dan Dosis
Spironolakton
terdapat dlam bentuk tablet 25,50 dan 100 mg. dosis dewasa berkisar antara 25-200 mg, tetapi dosis
efektif sehari-hari rata-rata 100 mg dalam dosis tunggal atau terbagi.terdapat
pula sediaan kombinasi tetap antara sprironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid
25 mg dan, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
B. TRIAMETEREN DAN AMILORID
Kedua obat
ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan ekskresi
kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Efek
penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida oleh triameteren agaknya suatu efek
langsung, tidak melalui penghambatan aldosteron, karena obat ini memperlihatkan
efek yang sama baik pada keadaan normal, maupun setelah adrenalektomi.
Triameren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli
distal. Berkurangnya reaabsorpsi natrium
di tempat tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik
transtubular, sedangkan adanya perbedaan
potensial listrik transtubular ini
diperlukan untuk berlangsungnya proses sekresi K+ oleh sel tubuli
distat. Secara eksperimental, obat ini efektif dalam keadaan asidosis maupun
alkalosis.
Beberapa
pengalaman klinik menunjukkan bhwa kedua obat ini terutama bermanfaat bila
diberikan bersama diuretic lain, misalnya hidroklorotiazid. Dengan kombinasi
ini efek natriuresisnya lebih besar dan ekskresi kalium oleh tiazid dikurangi.
Dibandingkan
oleh trimteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebih banyak
diteliti. Pengalaman klinik dengan triamteren pun masih sangat kurang sehingga
msih banyak hal-hal yang belum diketahui mengenai obat ini.
Absorpsi
triameteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral.
Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triametern
per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan
berakhir sesudah 24 jam.
1. Efek Samping
Efek toksik
yang paling berbahaya dari kedua obat ini yaitu hiperkalemia. Triameteren juga dapat
menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki dan
pusing.azotemia yang ringan sampai xedang sering terjadi dan bersifat
reversible. Pada penderita dengan sirosis hati akibat alcohol yang mendapat
triameteren pernah dilaporkan terjadi nemia meloblastik, tetapi hubungan
sebab-akibat belum pasti. Hal ini mungkin akibat terjadinya penghambatan
terhadap enzim hidrofolat reduktase, terutama pada penderita dengan penurunan
cadangan dan masukan asam folat.
Efek samping
amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan
sakit kepala.
2. Indikasi
Diuretic hemat kalium ternyata bermanfaat untuk
pengobatan beberapa pasien dengan udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih
bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretic golongan lain. Misalnya dari
golongan tiazid. Mengingat kemungkinan dapat terjadi efek samping hiperkalemia
yang membahayakan,, maka pasien-pasien yang sedang mendpatkan pengobatan dengan
diuretic hemat K+ sekali-kali jangan diberikan suplemen K+.
juga harus waspada bila memberikan diretik ini bersama dengan obat penghambat
ACE, karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya
hipovolemi dan hiperkalemiamenjadi besar. Selain itu perlu diingat pula
bahwatriameteren atau amilorid sekali-kali jangan diberikan bersama
spironolaktn mengingat bahaya terjadinya hiperkalemia.
3. Sediaan
Triameteren
tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. dosisnya 100-300 mg sehari. Untuk tiap
penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.
Amilorid dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar
5-10 mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan
hidroklorotiazid 50 mg dan hidroklorotiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet
dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
2.2.5. DIURETIK
KUAT
Diuretik kuatv(high-ceiling diuretics) mencakup
sekelompok diuretic yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretic lain.
Tempat kerja utamanya dibagi epitel tebal ansa henle bagian asenden, karena itu
kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini
adalah asam etakrinat, furosemid dan
bumetanid.
Asam etakrinat termasuk deuretik yang dapat diberikan
secara oral maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam
4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat masih tergolong derivate asam
bumetamid merupakan derivate asam 3-aminobenzoat yang lebih poten daripada
furosemid, tetapi dalam hal lain kedua senyawa ini mirip satu dengan yang lain.
A. Cara Kerja
Secara umu dapat dikatakan bahwa diuretic kuat mempunyai
mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar
ditentukan oleh faktor farmokokinetik dan adanya mekanisme kompensasi.
Diuretic kuat terutama bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi elektrolit di ansa henle asenden bagian epitel tebal: tempat kerjnya
dipermukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumel tubuli). Pada
pemberian secara IV obat ini cederung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa
disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodiamik ginjal ini
mengakibatkan menurunya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal
serta meningkatnya efek awal dieresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini
relative hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrases
akibat dieresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan
mengakibatkan peningkatan reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli poksimal.
Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme konpensasi yang
membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal henle asenden,
dengan demikian akan mengurangi dieresis.
Masih ipertentangkan apakah diuretic kuat juga bekerja di
tubuli proksimal. Furosemid dan bumetamid mempunyai daya hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan derivate
sulfonamide, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu
lemah untuk menebabkan diuresis di tubuli proksimal. Asam etakrinat tidak
menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek deuetik kuat terdapak segmen yang
lebih distal dari ansa henle asendens epitel tebal , belum dapat dipastikan,
tetapi dari besarnya dieresis yang terjadii, diduga obat ini bekerja juga di
segmen tubui lain.
Ketiga obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+
dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid.
Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan
peninggian ekskresi Na+. berbed dengan tiazid, golongan ini tidak
meningkatkan re-absorpsi Ca++ di tubuli distal. Berdasarkan atas
efek kalsinuria ini, golongan deuretik kuat digunakan untuk pengobatan
simptomatik hiperkalsemi.
Deuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat
dititrasi (titratable acid) dan
ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karna eeknya di nefron distal ini
merupakan saah satu faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolic.
Bila mobilisasi cairan udem terlalu cepat, alkalosis
metabolic oleh deuretik kuat ini terutama terjadi aakibat penyusutan volume
cairan ekstrasel.sebaliknya pad penggunaan yang kronik , faktor utama penyebab
alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+. alkalosis
ini sering sekali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan
oleh mekanisme yang berbeda.
B. Farmakokinetik
Ketika obat mudah diserap melalui saluran cerna dengan
derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas fursemid 65% sedangkan
bumetanid hamper 100%. Deuretik kuat
terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di
glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic
di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuli dan
mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Probenesid
dapat menghambat sekresi furosemid dan interaksi antara keduanya ini hanya
terbatas pada tingkat sekresi tubuli dan tidak pada tempat kerja deuretik.
Kira-kira 2/3 dari asam etrakinat yang diberika secara IV
diekskresi melalui ginja dalam bntuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa
sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi
melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya
sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi
dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.
C. Efek Samping
Efek samping asam atakrinat dan furosemid dapat dibedakan
atas: (1) reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
sering terjadi dan (2) efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja
utamanya jarang terjadi. Hiperuresemia relative sering terjadi, namun pada
kebanyakan penderita hal ini hanya merupakan kelainan biokimia. Dapat pula
terjadi reajksi berupa gangguan saluran cerna, depresi elemen darah, rash kulit, parestesia dan difungsi
hati. Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat
daripada furosemid. Sensivitas mungkin terjadi antara furosemid dan sulfnamid
yang lain. Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal ginjal
reversibel juga terjadi penurunan konsentrasi karbohidrat, tetapi lebih ringan
daripada tiazid. Pada dosis yang berlebihan pernah dilaporkan terjadinya
hipoglikemia akut dengan mekanisme yang tidak dikeahui. Berdasarkan efeknya
pada janin hewan coba, maka diuretic kuat ini tiidak dianjurka pada wanita
hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara
maupun menetap, dan hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi
pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian mungkin sekali
disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas
merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. Bila karena suatu hal
diperlukan pemberian obat yang juga bersifat ototoksik misalnya aminoglikosid,
maka sebaliknya dipilih diuretic yang lain, misalnya tiazid.
Deuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin
klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis
diuretic kuat ini dapat menurunkan bersihan litium. Penggunaan bersama dengan
sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi
nonsteroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid.
D. Penggunaan
Klinik
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat,
karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya
kurang curam deuretik kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat
gangguan jantung, hati atau ginjl. Sebaiknya diberikan secara oral, kecuali
bila diperlikan dieresis yang segera, maka dapat diberikan secara IV atau IM.
Pemberian parenteral ini diperlukan untuk mengatasi udem paru akut. Pada
keadaan ini perbaikan klinik dicapai karena terjadi perubahan hemodenamik dan
penurunan volume cairan ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan
curah ventrikel kanan berkurang. Untuk mengatasi udem refrakter, diuretic kuat
biasanya diberiikan bersama deuretik lain, misalnya tiazid atau diuretic hemat
K+ . Pemakaian dua macam obat deuretik kuat secara bersama merupakan
tindakan yang tidak rasional.
Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka
diperlukan dosis furosemid jauh lebih besar daripada dosis biasa. Diduga hal
ini disebabkan oleh banyakya protein dalam caira tubuli yang akan mengikat
furosemid sehingga menghamba diuresis.
Pada penderita dengan uremia, sekresi furosemid melalui tbuli meurun.
Diuretic juga digunakan pada penderita gagal ginjal akut yang masih awal (baru
terjadi), namun hasilnya tidak konsisten. Deuretik kuat dikontraindikasikan
pada keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Deuretik kuat dapat menurunkan
kadar kalsium plasma pada penderita hiperkalsemia simtomatik dengan cara
meningatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini,
maka perlu pula diberian suplemen Na+ dan Cl- untuk
menggatikan kehilangan Na+ dan
Cl- melalui urin.
E. Sediaan
Ø Asam
etakrinat.
Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan IV
berupa Na-etakrinal, dolsisnya 50mg atau 0,5-1 mg/kgBB
Ø Furosemid.
Obat ini tersedia dalam bentuk tabletb20, 40, 80 mg dan preparat suntikan.
Umumnya pasien membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari. Dosis anak 2 mg/kgBB, bila perlu dapat
ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Ø Bumetanid.
Tablet 0,5 dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0,5-2 mg sehari. Dosis
maksimal perhari 10mg. obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan
dosis IV atau IM dosis awal atara 0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum 10
mg/hari
2.2.6. XANTIN
Xantin ternyata juga mempunyai efek
dieresis. Efek stimulasinya pada funsi jantung, menimbulkan dugaan bahwa
deuresis sebagai disebabkan oleh meningkatnya aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus. Namun semua derivate xantin ini rupanya juga berefek langsung
pada tubuli ginjal, yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan
Cl- tanpa disertai perubahan yang nyata pada pengasaman urin. Efe
deuresis ini hanya sedikit dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, tetapi
mengalami potensiasi bila diberikan bersama penghambat karbonik anhidrase.
Diantara kelompok xantin teofilin
memperlihatkan efek deuresis yang paling
kuat. Xanting sangat jarang digunakan sebagai diuretic utama, namun bila
digunakan untuk tujuan lain terutama sebagai nbronkokodilator, adanya efek deuresis
harus tetap diingat.
DAFTAR PUSTAKA
Aslam Mohamed, cik kaw tan, adji prayitno.Farmasi klinis.(2003).Jakarta :
PT Elex Media Komputindo
Drs. Tjah tan hoan & Drs Rahardja kirana. (2008). Obat-obat penting.
Jakarta : PT Gramedia.
Deglin judithhopfer & Vallerant april hazard. (2005). Pedoman obat
untuk perawat. Jakarta : EGC.
Dr Jan Tambayong. (2002). Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta : widya
medika
Katzung Bertram g. (1997). Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar