TUGAS Makalah
RUMAH SAKIT
Disusun oleh :
Anita Della Aviyanty Putri ( 02.12.004 )
Naimatul Husniah ( 02.12.035 )
Eka Herin Priyanti ( 02.12.012 )
Dita Saraswati ( 02.12.010 )
Nurul Karimah ( 02.12.040 )
Naimatul Husniah ( 02.12.035 )
Eka Herin Priyanti ( 02.12.012 )
Dita Saraswati ( 02.12.010 )
Nurul Karimah ( 02.12.040 )
1A D3 Kebidanan
Kampus
a stikes DIAN HUSADA MOJOKERTO
2013 –
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Rumah Sakit ” ini dengan tepat
waktu.
Kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, dan
juga kepada sumber-sumber yang digunakan untuk menunjang penyelesaian makalah
ini. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada seluruh anggota kelompok yang
telah bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini.
Demikianlah makalah yang telah kami
selesaikan. Tiada gading yang tak retak, begitu pula makalah ini yang tak luput
dari kekurangan. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk menunjang
keberhasilan dari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Mojokerto,
14 Mei 2013
Penyusun
Daftar
isi
Kata Pengantar ................................................................................................................ i
Daftar Isi ............................................................................................................................ ii
Bab I ................................................................................................................................... 1
Latar Belakang Masalah.................................................................................................
1
Rumusan Masalah..........................................................................................................
2
Bab II .................................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian tentang pelayanan kesehatan .......................................................... 3
2.2 Pelayanan di rumah sakit ....................................................................................... 6
2.3 Pelayanan yang berkualitas di rumah sakit ........................................................ 15
2.4 Apa saja bentuk tingkat pelayanan........................................................................
16
Bab
III ................................................................................................................................. 17
Penutup ............................................................................................................................ 17
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 18
Penutup ............................................................................................................................ 17
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 18
BAB i
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Rumah sakit
sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat
strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Pemerintah telah bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini semakin dituntut akibat adanya
perubahan-perubahan epidemiologik penyakit, perubahan struktur organisasi,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat
dan pelayanan yang lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka.
Era
reformasi yang sedang kita jalani, telah membawa perubahan yang mendasar dalam
berbagai bidang kehidupan termasuk masalah pelayanan kesehatan. Salah satu
perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk masalah
pelayanan kesehatan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat
ini adalah manajemen negara yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi
manajemen berbasis daerah secara resmi perubahan manajemen ini diwujudkan dalam
bentuk Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang
kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa Peraturan Pemeritah RI Nomor 25
tahun 2000 tentang kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi konsekuensi logis
dari undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut adalah bahwa efektivitas
pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi sesuai
dengan peraturan tersebut maka disusunlah tugas pokok dan fungsinya yakni; (1)
menyelenggarakan, melaksanakan pelayanan kesehatan meliputi promotif, pemulihan
rehabilitasi. (2) penyelenggaraan pelayanan medik, penyelenggaraan sistem
rujukan, penyelenggaraan pelayanan penunjang dan non medik, penyelenggaraan pelayanan
asuhan keperawatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian
dan pengembangan.
Dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu diperhatikan.
Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting
adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Pelayanan Kesehatan. Agar
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka
pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya; tersedia dan
berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan
bermutu (Azwar, 1996).
Pelayanan
kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur kepuasan yang berefek
terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi yang memberikan
pelayanan kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien
sehingga dapat memperoleh kepuasan yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan
kepercayaan pada rumah sakit melalui pelayanan prima. Melalui pelayanan prima,
rumah sakit diharapkan akan menghasilkan keunggulan kompetitif (competitive
advantage) dengan pelayanan bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan
sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
pasien.
Bentuk
pelayanan yang efektif antara pasien dan pemberi pelayanan (provider)
disadari sering terjadi perbedaan persepsi. Pasien mengartikan pelayanan yang
bermutu dan efektif jika pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah
yang mana secara keseluruhan memberikan kesan kepuasan terhadap pasien.
Sedangkan provider mengartikan pelayanan yang bermutu dan efesien jika
pelayanan sesuai dengan standar pemerintah. Adanya perbedaan persepsi tersebut
sering menyebabkan keluhan terhadap pelayanan (Aswar,1996).
Adapun
kondisi yang menunjukkan masalah mutu dan keefektifan yang ada di rumah sakit
yakni adanya keluhan yang sering terdengar dari pihak pemakai layanan kesehatan
yang biasanya menjadi sasaran ialah sikap dan tindakan dokter atau perawat,
sikap petugas administrasi, selain itu juga tentang sarana yang kurang memadai,
kelambatan pelayanan, persediaan obat, tarif pelayanan kesehatan, peralatan
medis dan lain-lain.
1.2 Rumusan
MASALAH
ü Apa
pengertian tentang pelayanan kesehatan ?
ü Bagaimana
pelayanan di rumah sakit ?
ü Bagaimana
pelayanan yang berkualitas di rumah sakit ?
ü Apa saja
bentuk tingkat pelayanan ?
BAB iI
ISI
ISI
2.1
pengertian tentang pelayanan kesehatan
Kegiatan
pelayanan dalam suatu organisasi mempunyai peranan yang sangat strategis,
terutama pada organisasi yang aktivitas pokoknya adalah pemberian jasa. Sebelum
membahas pengertian pelayanan kesehatan, ada baiknya jika dikemukakan
pengertian efektivitas. Secara umum telah dikemukakan bahwa konsep efektivitas
itu sendiri paling baik jika dari sudut sejauh mana organisasi berhasil
mendapatkan sumber daya dalam usahanya mengejar tujuan strategi dan operasional
(Steers, 1985: 205).
Sama halnya
yang dikemukakan oleh Georgopoulos dan Tannenbaum (dalam Steers, 1985:50) yang
meninjau efektivitas dari sudut pencapaian tujuan, berpendapat bahwa rumusan
keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran
organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dan mengejar sasarannya.
Dengan lain perkataan, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah
sarana maupun tujuan-tujuan organisasi.
S.B. Hari
Lubis dan Martani Husaini (1987:54) bahwa pengertian yang memadai mengenai
tujuan ataupun sasaran organisasi merupakan langkah pertama dalam membahas
mengenai efektivitas tersebut seringkali berhubungan sangat erat dengan tujuan
maupun sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Menurut Amitai Etzioni yang
dikutip Lubis dan Husaini (1987:55), pengertian efektivitas organisasi dapat
dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai
tujuan atau sasarannya. Sedangkan Soewarno Handayaningrat (1983:16) memberikan
defenisi efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dengan
demikian efektivitas merupakan konsep yang sangat penting dalam teori
organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi
dalam mencapai sasaran atau tujuannya. Oleh karena itu, pengukuran efektivitas
organisasi memerlukan ketepatan tergantung pendekatan yang digunakan
Dari
beberapa pengertian efektivitas yang telah dikemukakan, defenisi lain
dalam tulisan ini adalah kesehatan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara
sosial-ekonomi. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas, mencakup
sehat fisik maupun non fisik (jiwa, sosial, ekonomi).
Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1998). Pelayanan oleh Moenir
(1995) dirumuskan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan
untuk memenuhi kepentingan orang banyak.
Pengertian
pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa pelayanan
kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan,
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.
Berdasarkan
rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan
tergantung dari beberapa faktor yakni:
1.
Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara
sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.
2. Tujuan
atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan kesehatan.
3. Sasaran
pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan
rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. (Suparto, 1994)
Rumah sakit
sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan
pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya
memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat
kebutuhannya.
Sebuah rumah
sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau
non medis, dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing
pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di
rumah sakit (Wijono, 1999).
Disamping
itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat,
dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi
sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.
Pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat
yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.
Sedangkan
untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis
pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat
harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:
Tersedia dan
berkesinambungan
Syarat yang
pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus
tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.
Dapat diterima
dan wajar
Syarat pokok
kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta
bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan
keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
Mudah
dicapai
Syarat pokok
yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat
(dari sudut lokasi).
Mudah
dijangkau
Syarat pokok
keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh masyarakat.
Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk
dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
Bermutu
Syarat pokok
pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang dimaksud disini
adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,
dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta
standar yang telah ditetapkan.
Dalam upaya
pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan memiliki
harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan
melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam
diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan
memiliki mutu.
2.2 pelayanan
kesehatan DI RUMAH SAKIT
Rumah sakit
adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang
terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan perawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan
yang diderita oleh pasien (American Hospital Association, 1974; dalam Azwar,
1996). Sementara itu, dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan bahwa
rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat
penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak
terbatas pada perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan pelayanan
rawat jalan, serta perawatan di luar rumah sakit.
Pengertian
serupa dikemukakan oleh Association of Hospital Care (Azwar, 1996) bahwa rumah
sakit adalah pusat pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian
kedokteran diselenggarakan.
Batasan
pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi kegiatan rumah sakit
sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya rumah sakit tidak
hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit, tempat pengasuhan, tempat
pelayanan, pendidikan dan penelitian sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa
ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan tuntunan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, antara lain; sebagai pengembangan pendidikan dan
penelitian, spesialistik/subspesialistik, dan mencari keuntungan.
Implikasinya
adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pasiennya dalam semua aspek pelayanan, baik yang bersifat fisik
maupun non fisik agar efektivitas pelayanan kesehatan dapat terwujud.
Konsep mutu
merupakan konsep multi dimensi. Konsep ini merupakan pengembangan teori yang
terpijak pada prinsip-prinsip efektivitas pelayanan, yakni; costumer focus,
process improvement, dan total improvement. Mutu pelayanan lebih
mengacu pada konsep costumer focus, dimana mutu pelayanan merupakan
penilaian terhadap kepuasan pelanggan (pasien) yang harus dipenuhi setiap saat,
baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.
Ada beberapa
ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang mutu, baik dilihat dari produk maupun
dari segi pelayanannya. Salah satu pendapat tersebut yakni;
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan
sesuatu yang sedang diamati (Winson Dictionary, 1956).
2. Mutu adalah sifat yang memiliki oleh sesuatu
program (Donabedian, 1980).
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari
suatu barang atau jasa, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa
aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (DIN ISO 8402, 1986).
4. Mutu
adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Menurut American
society for quality control, mutu adalah keseluruhan ciri-ciri karakteristik
dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan bersifat laten. (Lupiyoadi, 2001)
Efektivitas
pelayanan kesehatan dalam bentuk pemberian dan pengobatan pasien bila semua
pihak terkait dan mendukung kegiatan ini tidak berada dalam posisi sebagai
“unit dari suatu system” menuju tercapainya yang telah disepakati. Mengacu pada
pengelolaan rumah sakit yang senantiasa berusaha memberi pelayanan dan
pengobatan sebaik-baiknya, “EHS IN HOSPITAL” dapat secara operasional
didefinisikan sebagai “suatu sistem pengelolaan pelayanan di rumah sakit
melalui jalur komunikasi untuk membentuk prilaku institusi guna tercapainya
efektivitas serta mutu pelayanan yang optimal”. (Ngatimin, 2000).
Untuk
mencapai tujuan yang optimal, jalur komunikasi memegang peranan yang sangat
penting dimana hal ini tidak terlepas dari faktor petugas pelayanan, sehingga
menurut Ngatimin (1987) dalam Ngatimin (2000) mengemukakan seorang petugas
kesehatan ideal adalah mereka yang memiliki ability (kemampuan), performance
(kinerja), personality (kepribadian), credibility (kepercayaan)
dan maturity (kematangan).
Dari
beberapa unsur di atas, dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Ability
: Petugas kesehatan memiliki kemampuan teori dan pengalaman lapangan sehingga
pada pelaksanaan tugasnya, petugas kesehatan yang dimaksud mampu menunjukkan
prestasi.
2.
Performance : Membina dan memelihara kinerja dari petugas
dan institusi yang diwakilinya merupakan kewajiban petugas yang ideal.
3.
Personality : Seorang petugas
kesehatan sangat erat hubungannya dengan rasa tanggung jawab sebagai petugas
kesehatan serta memelihara tugas-tugas dibidang kesehatan yang berkaitan dengan
keselamatan jiwa orang lain yang menjadikan kepribadian yang sangat penting.
4.
Credibility : Merupakan batu
ujian bagi para petugas kesehatan yang berusaha mendukung upaya kesehatannya,
tanpa memiliki rasa ragu dalam menangani masalah yang diberikan.
5.
Maturity
: Mampu mengendalikan kondisi, dalam hal ini kemampuan jiwa yang dewasa
dan cukup matang untuk mengendalikan diri orang lain.
Sedangkan
pengertian mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pasien, mutu adalah
penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen,
ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa
pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya
dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali dan selalu
menggambarkan target yang bergerak dalam pasar kompetitif. (Wijono, 1993: 3)
Mutu
pelayanan kesehatan menurut WHO 1998 dalam Wijono (1999) adalah “penampilan
yang pantas atau sesuai yang berhubungan dengan standar-standar dari suatu
intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat
yang bersangkutan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada
kematian, kesakitan, ketidakmampuan, dan kekurangan gizi.
Pengertian
lain dari mutu pelayanan kesehatan mengenai keefektifan pelayanan kesehatan
dapat dilihat dari beberapa sudut pandang adalah sebagai berikut:
1. Untuk pasien dan masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empathy,
respect dan tanggapan akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan
kebutuhan mereka, diberikan dengan cara ramah pada waktu berkunjung ke rumah
sakit.
2. Dari sudut pandang petugas kesehatan, “mutu pelayanan berarti bebas
melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of
the art).
3. Dari sudut pandang manajer (administrator), mutu pelayanan tidak berhubungan
langsung dengan tugas mereka sehari-hari, namun tetap sama pentingnya. Untuk
para manajer focus pada mutu akan mendorongnya untuk mengatur staf, pasien dan
masyarakat dengan baik.
4. Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit, mutu dapat berarti memiliki
tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan
pemilik institusi mengharapkan efesiensi dan kewajaran penyelenggaraan
pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti
tiadanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya dan waktu.
Menurut Tenner dan De Torro (1993: 3), “quality is
a basic business strategy that provides goods and services the completely both
internal and external costumer. By meeting their explicit and implicit
expectation”. Mutu adalah strategi dasar untuk menghasilkan barang atau
jasa untuk memuaskan pelanggan internal dan eksternal dengan memenuhi kebutuhan
yang nampak dan tersembunyi.
Pengertian tentang mutu pemeliharaan kesehatan
(quality of health care) sering diartikan sebagai mutu pelayanan kesehatan,
mutu asuhan kesehatan, mutu perawatan kesehatan yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan operasional sehari-hari adalah sebagai berikut; derajat terpenuhi
standar profesi atau standar operating procedure dalam pelayanan pasien
dan terwujudnya hasil-hasil out-comes yang diharapkan oleh profesi
maupun pasien yang menyangkut dengan pelayanan diagnosa, terapi, prosedur atau
tindakan pemecahan masalah klinis. Jadi defenisi ini berorientasi pada proses
dari hasil. (Wijono, 1999: 34)
1. Penilaian
Mutu dan Efektifitas Pelayanan Rumah Sakit
Untuk melihat tingkat keberhasilan pelayanan rumah
sakit dapat dilihat dari berbagai aspek, Dep.Kes. RI (1999) antara lain:
a. Pemanfaatan sarana pelayanan
b. Mutu pelayanan
c. Tingkat efesiensi pelayanan
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu pelayanan dan efesiensi pelayanan rumah sakit diperlukan berbagai indikator agar informasi yang ada dapat dijadikan sebagai acuan yang bermakna ada parameter yang dipakai sebagai pembanding antara fakta dan standar.
a. Pemanfaatan sarana pelayanan
b. Mutu pelayanan
c. Tingkat efesiensi pelayanan
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu pelayanan dan efesiensi pelayanan rumah sakit diperlukan berbagai indikator agar informasi yang ada dapat dijadikan sebagai acuan yang bermakna ada parameter yang dipakai sebagai pembanding antara fakta dan standar.
2. Dimensi Mutu
(kualitas) Pelayanan.
Menurut Wijono (1999: 35) ada 8 (delapan) dimensi mutu
pelayanan kesehatan yang dapat membantu pola pikir dalam menetapkan masalah
yang ada untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai standar dan
efektivitas pelayanan kesehatan. Kedelapan dimensi mutu tersebut adalah:
1. Kompetensi teknis; kompetensi teknis terkait dengan keterampilan dan
penampilan petugas, manager dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan
dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah
ditetapkan.
2. Akses terhadap pelayanan kesehatan, akses berarti bahwa pelayanan
kesehatan tidak terhalang oleh keadaan social, ekonomi, budaya, organisasi, dan
hambatan bahasa.
3. Efektivitas mutu pelayanan kesehatan tergolong dari efektivitas yang menyangkut
norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada. Menilai
dimensi efektivitas akan tanggung jawab pertanyaan apakah prosedur atau
pengobatan bila ditetapkan dengan benar akan menghasilkan hasil yang
diinginkan. Bila memilih standar, relative resiko yang dipertimbangkan.
4. Hubungan antar manusia, adalah interaksi antar petugas dan pasien,
manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan
antara manusia yang baik menanamkan kepercayaan dengan cara menghargai, menjaga
rahasia, responsif dan memberikan perhatian, mendengarkan keluhan, dan
berkomunikasi secara efektif juga penting. Hubungan antara manusia yang kurang
baik akan mengurangi efektivitas dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan.
Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung mengabaikan saran dan nasehat
petugas kesehatan, atau tidak mau berobat ditempat tersebut.
5. Efesiensi, efesiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting
dari mutu karena efesiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan, apalagi
sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efesien
akan memberikan perhatian yang optimal dan memaksimalkan pelayanan kesehatan
kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang baik
sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan yang tidak baik karena norma
yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan.
Dengan cara ini mutu dapat ditingkatkan sambil menekan biaya serta peningkatan
mutu memerlukan tambahan sumber daya. Dengan menganalisis efesiensi, manajer
program kesehatan dapat memilih interaksi yang pig cost effective.
6. Kelangsungan pelayanan, berarti klien akan menerima pelayanan yang
lengkap sesuai yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa intrupsi, berhenti atau
mengurangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus mempunyai
akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang mengetahui riwayat penyakitnya. Kelangsungan pelayanan kadang
dapat diketahui dengan cara klien tersebut mengunjungi petugas yang sama, atau
dapat diketahui dari rekan medis secara lengkap dan akurat, sehingga petugas
lain mengerti riwayat penyakit dan diagnosa serta pengobatan yang pernah
diberikan sebelumnya, tidak adanya kelangsungan akan mengurangi efesiensi dan
mutu hubungan antar manusia.
7. Keamanan, sebagai salah satu dimensi mutu, keamanan berarti mengurangi
resiko cidera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang berkaitan dengan
pelayanan.
8. Kenyamanan, kenikmatan ini berhubungan langsung dengan efektivitas
klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan tersedianya untuk kembali
kefasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.
Penelitian oleh Lem Berry dan Vielere Zeltham pada awal tahun 1990-an mengajukan
sepuluh mutu pelayanan sebagai dasar untuk memahami mutu dan efektivitas
pelayanan. Kategori adalah sebagai berikut:
1. Keterandalan (reliability), konsistensi kinerja dan kemampuan terlihat,
dimana kinerja yang baik diberikan pada saat pertama kali memberikan janji yang
menggiurkan dan tepat.
2. Ketanggapan (responsiveness), keinginan atau kesesuaian pemberi
pelayanan untuk memberikan pelayanan tepat waktu.
3. Pengetahuan dan keahlian (competence), ilmu pengetahuan dan keahlian
yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.
4. Keterjangkauan (access), keterjangkauan dapat dicapai dan mudah
dijangkau, waktu tunggu dan jam operasional.
5. Kesopan santunan (courtesy), meliputi sikap sopan santun, aspek
perhatian dan keramahan individu yang langsung berhubungan dengan pelanggan.
6. Komunikasi (communication), petugas dapat memberikan informasi dan
bahasa yang mudah dipahami dan didengarkan oleh pelanggan, sehingga dapat
membedakan kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda.
7. Kepercayaan (credibility), kepercayaan, kejujuran, reputasi perusahaan.
8. Keamanan (security), bebas dari bahaya resiko atau yang hilang, keamanan
fisik, keamanan keuangan, keamanan data dan arsip, dan kepercayaan diri.
9. Memahami pelanggan (understanding the costumer), perusahaan memahami
kebutuhan pelanggan, mendengarkan keinginan spesifik pelanggan memberikan
perhatian pada setiap pelanggan.
10. Bukti fisik (tangible), pelayanan fisik, penampilan tenaga kerja alat
atau peralatan yang digunakan.
Dari berbagai penilaian dimensi mutu pelayanan, maka dalam penelitian ini
menggunakan dimensi mutu pelayanan menurut Serqual Parasuraman dengan lima
indikator penilaian.
Menurut Zeithaml dan Bitner (2000: 81), mutu pelayanan ditentukan oleh
persepsi konsumen dalam dua hal; Pertama, persepsi mutu pelayanan dalam
arti hasil teknis (technical outcome) yang diberikan oleh penyedia jasa. Kedua,
mutu dalam arti hasil dari suatu proses jasa (outcomer process) yang diwujudkan
dalam bentuk bagaimana jasa itu itu diberikan.
Penilaian terhadap mutu pelayanan dilahirkan oleh perbandingan antara apa
yang seharusnya diterima (expectation), sebagaimana yang pernah dirasakan
dengan kinerja mutu pelayanan yang diterima (performance) dalam Kadir, 2000.
Dari perbandingan tersebut maka mutu pelayanan pada prinsipnya adalah derajat
atau tingkatan yang membedakan antara pengalaman menerima atau pelayanan
dibandingkan dengan mutu pelayanan yang diterima. Menurut New south Wales Heath
Department (1999) dalam Soejitno (2000) mutu pelayanan kesehatan meliputi; safety,
effectiveness, consumer participation, access dan efficiency. Dari keenam
dimensi mutu pelayanan kesehatan ini terdapat lima dimensi silang yang
berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:
1. Kompetensi dari petugas
2. Kontinuitas dari pelayanan
3. Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.
4. Pendidikan dan pelatihan untuk mutu
5. Akreditasi dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Rumah sakit di Indonesia yang semula adalah bersifat sosial, dalam proses
selanjutnya mengalami perubahan menjadi badan usaha yang bersifat sosial
ekonomi, sebagai satu badan usaha rumah sakit harus menciptakan dan
memperhatikan para pelanggannya. Dengan memahami pelanggannya maka organisasi
akan bertahan hidup dan meningkatkan keuntungannya. Hampir semua
aktivitas dalam rumah sakit di Indonesia sekarang ini banyak diarahkan kepada
program-program untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Dari yang telah diuraikan suatu penilaian yang dapat dilihat bahwa persepsi
tentang mutu pelayanan dilahirkan suatu penilaian yang menyeluruh (global
judgment) berdasarkan pengalaman yang diperoleh pasien, antara lain pengalaman
dalam kontak jasa melalui services encounters (moment of truth) the evidence of
service, image and price. Kemudian dibandingkan dengan pelayanan yang
diterimanya. Pengalaman tersebut menjadi pembanding yang pada akhirnya
menentukan tingkat efektivitas dari pelayanan.
Secara umum untuk menilai mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka
indikator yang digunakan untuk mencakup kepuasan pelayanan kesehatan yang
dirasakan pasien. Menurut Jacobalis (1982) pada umumnya nilai mutu pelayanan
kesehatan mencakup 4 (empat) hal pokok, yakni:
1. Kesejahteraan pasien
Kesejahteraan pasien biasanya dihubungkan dengan perasaan senang dan aman,
cara dan sikap serta tindakan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan.
Dengan kata lain, kesejahteraan pasien dihubungkan dengan kualitas pelayanan
kedokteran atau kualitas pelayanan keperawatan. Selain itu, dihubungkan dengan
fasilitas yang memadai, terpelihara dengan baik, sehingga segala macam
peralatan yang digunakan selalu dapat berfungsi dengan baik.
2. Kenyamanan dan kondisi kamar
Kenyamanan pasien merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk dapat
terselenggaranya pelayanan yang bermutu. Suasana tersebut harus dapat
dipertahankan, sehingga pasien merasa puas (nyaman) atas pelayanan yang
diberikan. Tetapi yang terpenting adalah sikap dan tindakan para pelaksana
terutama dokter dan perawat ketika memberikan pelayanan kesehatan. Demikian
pula kondisi kamar pasien merupakan aspek yang dapat memberikan kenyamanan dan
ketenangan serta kepuasan pasien selama dirawat di rumah sakit.
3. Keadaan ruang perawatan
Keadaan ruang perawatan akan mempengaruhi tanggapan pasien dari keluarganya
tentang mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit. Oleh karena
itu, pada setiap unit perawatan seyogyanya terdapat sarana atau fasilitas yang
menunjang penyelenggaraan pelayanan kesehatan, disertai pemeliharaannya agar
selalu dapat berfungsi dengan baik.
4. Catatan atau rekam medik.
Pengertian catatan rekam medik di Indonesia mengacu pada peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 749 Tahun 1989, yang menyatakan bahwa rekam medik adalah berkas
yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan (Siswati, 2000).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, tercermin segala informasi yang
menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan dasar dalam menentukan tindakan
lebih lanjut dalam pelayanan kesehatan maupun tindakan medik lain yang
diberikan kepada pasien yang akan datang ke instansi penyedia layanan kesehatan
(rumah sakit).
Donabedian (1993) menyatakan, perlengkapan rekam medik menunjukkan baik
buruknya kualitas dan efektivitas pelayanan medik yang diberikan. Sedangkan
menurut Cabban et.al. (1979), setiap indikator pelayanan kesehatan tersebut
merupakan faktor konversi yaitu persentase yang ditentukan bagi suatu kategori
atau suatu kelompok indikator terhadap keseluruhan pelayanan. Faktor konversi
tersebut akan dikaitkan dengan indeks pelayanan yang didapatkan dari jawaban
pasien. Indeks mutu pelayanan rumah sakit didapatkan dari rata-rata indeks
unit.
Nilai dari faktor konversi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kesejahteraan pasien
= 25%
2. Kenyamanan dan kondisi kamar pasien = 25%
3. Keadaan ruang perawatan
= 10%
4. Catatan medis pasien
= 40%
Adapun salah satu efektivitas Pelayanan Rumah Sakit Umum Kabupaten Polman
harus menciptakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit agar
dapat melayani kebutuhan dan keinginan serta memberikan kepuasan kepada pasien
yang penerapannya harus dilaksanakan oleh semua elemen organisasi rumah sakit
secara komprehensif dan berkelanjutan termasuk pula pasien sebagai pihak
pemakai.
2.3 pelayanan
yang berkualitas DI RUMAH SAKIT
Zeithmalh, dkk (1990: 23)
menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/pelayanan, terdapat sepuluh ukuran
kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
1) Tangible (nyata/berwujud)
2) Reliability (keandalan)
3) Responsiveness (Cepat
tanggap)
4) Competence (kompetensi)
5) Access (kemudahan)
6) Courtesy (keramahan)
7) Communication (komunikasi)
8) Credibility (kepercayaan)
9) Security (keamanan)
10) Understanding the
Customer (Pemahaman pelanggan)
Pelayan
yang cepat, tanggap dan ramah merupakan kriteria bagus seluruh pelayanan umum yang menjadi fasilitas
bagi masyarakat terutama kesehatan. Sebagai seorang yang bekerja
dalam bidang pelayanan kesehatan ada baiknya harus mengetahui pengertian
pelayanan kesehatan masyarakat supaya dalam melayani menjadi optimal.
Pelayanan
kesehatan adalah upaya yang memang diselenggarakan sendiri atau
bersama dalam suatu lingkup badan atau organisasi yang beguna untuk pencegahan,
pemeliharaan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan seseorang, atau kelompok.
Dari definisi ini menjelaskan bahwa pelayanan
kesehatan bersifat mutlak untuk melayani masyarakat yang ingin
mendapatkan penanganan hingga sembuh dari penyakit yang diderita.
2.4 bentuk
pelayanan berdasarkan tingkatan pelayanannya
-
Pelayanan kesehatan primer atau tingkat pertama
Dibutuhkan pada masyarakat yang sakit ringan atau sebagai sarana masyaratkat untuk meningkatkan kesehatan mereka
Contoh: puskesmas dan klinik
Dibutuhkan pada masyarakat yang sakit ringan atau sebagai sarana masyaratkat untuk meningkatkan kesehatan mereka
Contoh: puskesmas dan klinik
-
Pelayanan kesehatan sekunder atau tingkat kedua
Dibutuhkan pada masyarakat yang memerlukan perawatan inap dimana tidak bisa ditangani oleh bagian pelayanan kesehatan primer.
Contoh: rumah sakit tipe C dan tipe D
Dibutuhkan pada masyarakat yang memerlukan perawatan inap dimana tidak bisa ditangani oleh bagian pelayanan kesehatan primer.
Contoh: rumah sakit tipe C dan tipe D
-
Pelayanan kesehatan tersier atau tingkat ketiga
Dibutuhkan pada masyarakat yang membutuhkan operasi besar yang dimana sudah tidak dapat dilakukan oleh pelayanan kesehatan tingkat kedua. Biasanya operasi bedah organ dalam.
Contoh : rumah sakit tipe A dan tipe B
Dibutuhkan pada masyarakat yang membutuhkan operasi besar yang dimana sudah tidak dapat dilakukan oleh pelayanan kesehatan tingkat kedua. Biasanya operasi bedah organ dalam.
Contoh : rumah sakit tipe A dan tipe B
BAB
iii
PENutup
PENutup
kesimpulan
Untuk
memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan dan
citra rumah sakit yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan
upaya perbaikan yang berkesinambungan dengan langkah-langkah sbb :
1)
Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga
bisa mengerti dan memahami keadaan pasien.
2)
Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah
Sakit agar bisa memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat
melaksanakan tugas, fungsi serta peranannya dengan baik sesuai dengan visi dan
misi.
3)
Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan
pelatihan yang sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan
pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi pasien.
4)
Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama
yang berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi
yang baik guna memberikan karakter kepribadian pada sumber daya manusia.
5)
Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah
ada, seperti pengadaan alat-alat medis dan penunjang medis, perbaikan fasilitas
di ruang rawat inap dan kebersihan lingkungan Rumah Sakit.
Daftar pustaka
Aditama, Candra Yoga, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, UI
Press, 2000.
Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar Asrul, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
_______, Pengantar Administrasi Kesehatan. PT. Binarupa
Aksara. Edisi Ketiga. Tahun 1996.
Gani, Ascobat, 1995. Aspek-Aspek Pelayanan Kesehatan,
Jakarta: Rajawali Press.
Gasperz, V, 1997. Management Kualitas dalam Industri Jasa.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jacobalis, Samsi, 1982. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan dan
Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres PERSI
II.
Moenir, HAS. 1996. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Notoadmojo, Soekidjo, 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
_______, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ryadi, Slamet, 1984. Sistem Kesehatan Nasional; Tinjauan dari
Perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Surabaya: Bina Indra Karya.
Silalahi, Bennet, NB, 1989. Prinsip Manajemen Rumah Sakit.
Jakarta: LPMI.
Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol.
I, Surabaya, Airlangga, University Press.
_______, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. II,
Surabaya, Airlangga, University Press.
Departemen Kesehatan RI, 1994. Standar Pelayanan Rumah Sakit.
Jakarta: ditjen Yanmed.
Departemen Kesehatan RI, 1999. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat RSU
dan Pendidikan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1999. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1999. Undang-undang Nomor 23 Tentang
kesehatan. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar